Minggu, 22 Mei 2011

Jaminan Sosial Tenaga Kerja



Jaminan social tenaga kerja
Jamsostek adalah singkatan dari jaminan sosial tenaga kerja, dan merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial. PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana undang-undang jaminan sosial tenaga kerja.

Hak dan kewajiban
Sebagai program publik, Jamsostek memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-undang No.3 tahun 1992 mengatur Jenis Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK),sedangkan kewajiban peserta adalah tertib administrasi dan membayar iuran.
Dalam meningkatkan pelayanan jamsostek tak hentinya melakukan terobosan melalui sistem online guna menyederhanakan sistem layanan dan kecepatan pembayaran klaim hari tua (JHT)

Peraturan tentang Jamsostek

  • Pengaturan program kepesertaan jamsostek adalah wajib melalui Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
  • Pengaturan tentang pelaksanaannya jamsostek dituangkan dalam:
    • Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993.
    • Keputusan Presiden No.22 Tahun 1993.
    • Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-12/Men/VI/2007.

Perlindungan oleh jamsostek
Program ini memberikan perlindungan yang bersifat mendasar bagi peserta jika mengalami risiko-risiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.
Risiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh Program Jamsostek terbatas yaitu perlindungan pada :
  • Peristiwa kecelakaan
  • Sakit
  • Hamil
  • Bersalin
  • Cacat
  • Hari tua
  • Meninggal dunia
Hal-hal ini mengakibatkan berkurangnya dan terputusnya penghasilan tenaga kerja dan atau membutuhkan perawatan medis.


JENIS-JENIS PERSELISIHAN YANG DIATUR DALAM PPHI, PERSELISIHAN DIBAGI MENJADI :
Penyelesaian Sengketa Buruh Melalui Komisi Nasional Hak Azasi Manusia
Undang-undang Hak Azasi Manusia No.39 Tahun 1999 memberi peluang bagi Buruh dan Tenaga Kerja dalam menyelesaikan sengketa buruh.
Walaupun banyak kaum awam belum paham tentang tata cara penyelesaian sengketa Buruh melalui Komisi Nasional Hak Azasi Manusia, Undang-undang No.39 Tahun 1999 memberi peluang sengketa buruh dapat diselesaikan melalui Komisi Hak Azasi Manusia. Pada pasal 89 ayat 3 sub h, dikemukakan Komnas HAM dapat menyelesaikan dan memberi pendapat atas sengketa publik, baik terhadap perkara buruh yang sudah disidangkan maupun yang belum disidangkan.
Penjelasan Undang-undang tersebut mengatakan sengketa publik yang dimaksud di dalam Undang-undang Hak Azasi Manusia tersebut termasuk 3 (tiga) golongan sengketa besar, antara lain sengketa pertanahan, sengketa ketenaga kerjaan dan sengketa lingkungan hidup.
Sengketa ketenaga kerjaan tergolong sengketa publik dapat mengganggu ketertiban umum dan stabilitas Nasional, maka peluang pengaduan pelanggaran Hak-hak Buruh tersebut dapat disalurkan ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia sesuai dengan isi Pasal 90 Undang-undang No.39 Tahun 1999 yang berbunyi pada ayat 1 “ Setiap orang atau kelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa Hak Azasinya telah dilanggar dapat memajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komisi Nasional Hak Azasi Manusia”. Kemudian dikuatkan lagi dalam Bab VIII Pasal 101 Undang-undang No.39 Tahun 1999 tersebut Lembaga Komnas HAM dapat menampung seluruh laporan masyarakat tentang terjadinya pelanggaran Hak Azasi Manusia.
Penyelesaian Sengketa Buruh Di Luar Pengadilan
Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial dalam Undang-undang No.2 Tahun 2004 memungkinkan penyelesaian sengketa buruh/Tenaga Kerja diluar pengadilan.
1. Penyelesaian Melalui Bipartie
Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-undang No.2 Tahun 2004 memberi jalan penyelesaian sengketa Buruh dan Tenaga Kerja berdasarkan musyawarah mufakat dengan mengadakan azas kekeluargaan antara buruh dan majikan.
Bila terdapat kesepakatan antara buruh dan majikan atau antara serikat pekerja dengan majikan, maka dapat dituangkan dalam perjanjian kesepakatan kedua belah pihak yang disebut dengan perjanjian bersama. Dalam perjanjian bersama atau kesepakatan tersebut harus ditandatagani kedua belah pihak sebagai dokumen bersama dan merupakan perjanjian perdamaian.
2. Penyelesaian Melalui Mediasi
Pemerintah dapat mengangkat seorang Mediator yang bertugas melakukan Mediasi atau Juru Damai yang dapat menjadi penengah dalam menyelesaikan sengketa antara Buruh dan Majikan. Seorang Mediator yang diangkat tersebut mempunyai syarat-syarat sebagaimana dituangkan dalam Pasal 9 Undang-undang No.2 Tahun 2004 dan minimal berpendidikan S-1. Dalam waktu 7 (tujuh) hari setiap menerima pengaduan si Buruh, Mediator telah mengadakan duduk perkara sengketa yang akan diadakan dalam pertemuan Mediasi antara para pihak tersebut.
Pengangkatan dan akomodasi mediator ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. Bila telah tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan melalui Mediator tersebut dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani para pihak dan mediator tersebut, kemudian perjanjian tersebut didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.
3. Penyelesaian Melalui Konsiliasi
Penyelesaian melalui Konsiliator yaitu pejabat Konsiliasi yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Tenaga Kerja berdasarkan saran organisasi serikat pekerja atau Serikat Buruh. Segala persyaratan menjadi pejabat Konsiliator tersebut didalam pasal 19 Undang-Undang No.2 Tahun 2004. Dimana tugas terpenting dari Kosiliator adalah memangil para saksi atau para pihak terkait dalam tempo selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak menerima penyelesaian Konsiliator tersebut.
Pejabat Konsiliator dapat memanggil para pihak yang bersengketa dan membuat perjanjian bersama apabila kesepakatan telah tercapai.
Pendaftaran perjanjian bersama yang diprakarsai oleh Konsiliator tersebut dapat didaftarkan didepan pengadilan Negeri setempat. Demikian juga eksekusinya dapat dijalankan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat tesebut.
4. Penyelesaian Melalui Arbitrase
Undang-undang dapat menyelesaikan perselisihan melalui arbitrase meliputi perselisihan kepentingan dan perselisihan antar Serikat Pekerja dan Majikan didalam suatu perusahaan. Untuk ditetapkan sebagai seorang Arbiter sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) berbunyi :
· beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
· cakap melakukan tindakan hukum
· warga negara Indonesia
· berumur sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun
· pendidikan sekurang-kurangnya Starata Satu (S-1)
· berbadan sehat sesuai dengan surat keterangan dokter
· menguasai peraturan perundang-undangan dibidang ketenaga kerjaan yang dibuktikan dengan sertifikat atau bukti kelulusan telah mengikuti ujian arbitrase dan
· memiliki pengalaman dibidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
Pengangkatan arbiter berdasarkan keputusan Menteri Ketenagakerjaan. Para pihak yang bersengketa dapat memilih Arbiter yang mereka sukai seperti yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. Putusan Arbiter yang menimbulkan keraguan dapat dimajukan tuntutan ingkar kepada Pengadilan Negeri setempat dengan mencantumkan alasan-alasan otentik yang menimbulkan keraguan tersebut.
Putusan Pengadilan Negeri dalam Pasal 38 Undang-undang No.2 Tahun 2004, dapat membuat putusan mengenai alasan ingkar dan dimana tidak dapat diajukan perlawanan lagi. Bila tercapai perdamaian, maka menurut isi Pasal 44 Undang-undang No.2 Tahun 2004, seorang arbiter harus membuat Akte Perdamaian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dengan disaksikan seorang Arbiter atau Majelis Arbiter.
Penetapan Akte Perdamaian tersebut didaftarkan dimuka pengadilan, dan dapat pula di exekusi oleh Pengadilan atau putusan tersebut, sebagaimana lazimnya. Putusan Kesepakatan Arbiter tersebut dibuat rangkap 3 (tiga) dan diberikan kepada masing-masing pihak satu rangkap, serta didaftarkan didepan Pengadilan Hubungan Industrial terhadap putusan tersebut yang telah berkekuatan hukum tidak dapat dimajukan lagi atau sengketa yang sama tersebut tidak dapat dimajukan lagi ke Pengadilan Hubungan Industrial.
5. Penyelesaian Perselisihan Melalui Pengadilan
Sebelum keluarnya Undang-undang Hubungan Industrial penyelesaian sengketa perburuhan diatur didalam Undang-undang No.22 tahun 1957 melalui peradilan P4D dan P4P. Untuk mengantisipasi penyelesaian dan penyaluran sengketa Buruh dan Tenaga Kerja sejalan dengan tuntutan kemajuan zaman dibuat dan di undangkan Undang-undang No.2 Tahun 2004 sebagai wadah peradilan Hubungan Industrial disamping peradilan umum.
Dalam Pasal 56 Undang-undang No.2 Tahun 2004 mengatakan Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan :
·         di tingkat pertama mengenai perselisihan hak
·         di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan
·         di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja
·         di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Adapun susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri terdiri dari :
·         Hakim
·         Hakim ad Hoc
·         Panitera Muda, dan
·         Panitera Pengganti.
Untuk Pengadilan Kasasi di Mahkamah Agung terdiri dari :
·         Hakim Agung
·         Hakim ad Hoc pada Mahkamah Agung ; dan
·         Panitera
Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial dan Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung RI harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
·         warga negara Indonesia
·         bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
·         setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
·         berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun
·         berbadan sehat sesuai dengan keterangan dokter
·         berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela
·         berpendidikan serendah-rendahnya Starata Satu (S-1) kecuali bagi Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung, syarat pendidikan Sarjana Hukum serta berpengalaman dibidang hubungan industrial minimal 5 (lima) tahun.

Perburuhan Internasional
Organisasi Buruh Internasional (bahasa Inggris: International Labour Organisation, disingkat ILO) adalah sebuah wadah yang menampung isu buruh internasional di bawah PBB. ILO didirikan pada 1919 sebagai bagian Persetujuan Versailles setelah Perang Dunia I. Organisasi ini menjadi bagian PBB setelah pembubaran LBB dan pembentukan PBB pada akhir Perang Dunia II.
Dengan Deklarasi Philadelphia 1944 organisasi ini menetapkan tujuannya. Sekretariat organisasi ini dikenal sebagai Kantor Buruh Internasional dan ketuanya sekarang adalah Juan Somavia.

Adalah sidang umum yang diselenggarakan setiap bulan Juni di Jenewa yang menjadi forum untuk membahas masalah-masalah buruh dan sosial. Tiap-tiap negara anggota ILO dapat mengirimkan empat orang delegasi untuk mengikuti Konferensi tersebut (ILOmemiliki 175 negara anggota). Empat delegasi dari tiap negara anggota ILO terdiri dari 2 orang wakil pemerintah, 1 orang wakil pekerja dan 1 orang wakil majikan, yang jika diperlukan juga didampingi oleh penasehat teknis.  Setiap delegasi dapat bericara dan memberikan suara dalam pertemuan secara independen. Artinya, gabungan majikan dan pekerja memiliki suara yang setara dengan pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan dan program ILO.  Agenda Koverensi Perburuhan Internasional antara lain adalah memilih Badan Pekerja, mengesahkan program-program ILO, membuat keputusan mengenai anggaran ILO, yang dananya berasal dari semua negara anggota.  Koverensi Perburuhan Internasional juga mengesahkan standar buruh internasional yang dituangkan dalam bentuk sejumlah Konvensi dan Rekomendasi, mengesahkan resolusi kebijakan umum dan kegiatan ILO, dan menentukan penerimaan negara anggota yang baru.
Badan Pekerja adalah badan pelaksana ILO.  Badan tersebut bertemu tiga kali dalam setahun di Jenewa yaitu pada Maret, Juni (setelah pertemuan Konverensi Perburuhan Internasional) dan November. Seperti juga ILO dan Koverensi Perburuhan Internasional, Badan Pekerja memiliki struktur tripartit yang terdiri dari 56 anggota penuh (28 orang  wakil pemerintah, 14 orang wakil majikan dan 14 orang wakil pekerja) dan 66 anggota deputi (28 orang wakil pemerintah, 19 orang wakil majikan dan19 orang wakil pekerja).  Kantor Buruh Internasional di Jenewa adalah sekretariat tetap ILO.  Kantor ini bertugas  menyiapkan berbagai dokumen dan laporan yang digunakan dalam konferensi dan pertemuan-pertemuan ILO, seperti Laporan Umum Komite Ahli Pelaksanaan Standar, laporan kepada Badan Pekerja dan komite-komite lainnya, dll).  Selain itu, kantor ini juga menjalankan program kerjasama teknis yang mendukung kerja-kerja berdasarkan standar ILO.  Dalam kantor tersebut, terdapat departemen yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang menyangkut standar buruh internasional, juga terdapat departemen yang bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan buruh dan majikan.
Sumber:
http://id.wikipedia.org






Hubungan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja

·          Hubungan Kerja
Hubungan kerja adalah hubungan kerja antara pengusaha dengan pekrja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dengan demikian hubungan kerja yang terjadi antara pekerja dan pengusaha adalah merupakan bentuk perjanjian kerja yang pada dasarnya memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak.Didalam hubungan kerja akn terdapat tiga unsur yaitu:
a. kerja
   setiap hubungan kerja harus ada pekerja tertentu sesuai perjanjian karena itulah hubungan ini dinamakan
hubungan kerja.
b. upah
   setiap hubungan kerja selalu menimbulkan hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak dengan berimbang .Dalam hubungan kerja upah adalah merupakan salah satu unsur pokok yang menandai adanya hubungan kerja. Penbgusaha berkewajiban membayar upah dan pekerja berhak atas upah dari pekerja yang dilakukannya.
c. perintah
   Didalam hubungan kerja harus ada unsur perintah yang artinya yang satu pihak berhak memberikan perintah dan pihak yang lain bewrkewajiban melaksanakan perintah.Dalam hal ini pengusaha berhak memberikan perintah kepada pekerja dan pekerja berkewajiban mentaati perintah tersebut.

·          Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah hal yang sangat penting didalam dunia kerja khusus nya dunia industri yang bergerak dibidang produksi, kesehatan kerja hendaknya dapat dipahami betapa penting nya kesehatan kerja tersebut di dalam bekerja kesehariannya. Hal ini memiliki kepentingan yang besar, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun dikarenakan aturan perusahaan yang meminta untuk menjaga hal-hal tersebut dalam rangka meningkatkan kinerja dan mencegah potensi kerugian bagi perusahaan.

Namun, seberapa penting kah perusahaan wajib menjalankan prinsip kesehatan kerja dilingkungan perusahaannya? Patut diketahui pula bahwa ide tentang kesehatan telah ada sejak dua puluh tahun yang lalu, namun hingga saat ini, masih ada pekerja dan perusahaan yang belum memahami korelasi antara kesehatan dengan peningkatan kinerja perusahaan, bahkan tidak mengetahui eksistensi aturan tersebut. Sehingga para pengusaha tidak mementingkan kesehatan para pekerja an menjadikan hal tersebut menjadi hal yang mahal dan dapat mengganggu proses para pekerja.


Untuk menjalani semua itu maka pemerintah telah menerbitkan undang-undang no 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu :

1. mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2. mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran.
3. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
4. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian- kejadian lain yang berbahaya.
5. memberikan pertolongan pada kecelakaan.
6. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
7. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.
8. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.
9. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
10. menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik.
11. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
12. memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.
13. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.
14. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang.
15. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
16. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang.
17. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
18. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

·    Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan & proses pengolahannya, landasan tempat kerja & lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
  • Sasaran Keselamatan Kerja:
Tempat kerja, adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya
  • Tujuan Keselamatan Kerja:
    • Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktifitas.
    • Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja
    • Sumber produksi di pelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Http://hiperkesjogja.tripod.com/ 
Apalah artinya gaji yang besar jika keselamatan diri tergadaikan. Bukankah kita tidak akan menikmatinya jika nyawa atau kesehatan kita terancam. maka perlu kita ketahui, dua hal terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan kerja antara lain :
  • Perilaku yang tidak aman dan
  • Kondisi lingkungan yang tidak aman
Meski demikian, berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi hingga menyebabkan keselamatan kerja terganggu, hingga saat ini lebih diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman dengan factor sebagai berikut:
  1. Sembrono dan tidak hati - hati
  2. Tidak mematuhi peraturan
  3. Tidak mengikuti standar prosedur kerja
  4. Tidak memakai alat pelindung diri
  5. Kondisi badan yang lemah

sumber :

http://indosdm.com/hubungan-kerja-pemberi-atau-penerima
http://edukasi.kompasiana.com/2009/11/16/hubungan-kerja-antara-pengusaha-dan-pekerja-beserta-sifatnya/ 
 www.anneahira.com

 


Kamis, 03 Maret 2011

Paradigma Hukum Perburuhan

PARADIGMA HUKUM PERBURUHAN

Berbicara tentang paradigma Hukum Perburuhan, terdapat tiga topik permasalahan yaitu :
- Permasalahan Hukum Perburuhan dilihat dari Ilmu Kaedah Hukum Perburuhan.
- Permasalahan Hukum Perburuhan dilihat dari Filsafat Hukum Perburuhan.
- Permasalahan Hukum Perburuhan dilihat dari Ilmu Pengertian Hukum Perburuhan.

Ditinjau dari Ilmu Kaedah Hukum Perburuhan,permasalahan Hukum Perburuhan mencakup Jenis Kaedah Hukum Perburuhan, dalam hal ini :
a. Kaedah Heteronom.
b. Kaedah Otonom.

Kaedah Otonom adalah ketentuan – ketentuan di bidang perburuhan yang di buat di luar para pihak yang terikat dalam suatu hubungan kerja. Pihak ketiga yang paling dominan di sini adalah Pemerintah.

Oleh karena itu bentuk kaedah heteronom adalah semua peraturan perundang – undangan di bidang perburuhan yang ditetapkan oleh pemerintah. Penyimpangan dimungkinkan dengan syarat bahwa penyimpangan dimungkinkan dengan syarat bahwa penyimpangan tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai ketentuan dalam kaedah heteronom itu sendiri.
Nilai lebih tinggi atau tidak tergantung pada apakah ketentuan tersebut lebih menguntungkan kepada buruh atu tidak
Lebih lanjut, permasalahan Hukum Perburuhan dapat dilihat dari Ilmu Pengetahuan Hukum Perburuhan yang pada hakekatnya mencakup hal – hal tersebut di bawah ini :
- Masyarakat Hukum
- Hak dan Kewajiban Hukum
- Hubungan Hukum
- Peristiwa Hukum
- Obyek Hukum

Masyarakat Hukum yang diatur oleh Hukum Perburuhan merupakan masyarakat yang terdiri dari unsur – unsur sebagai berikut :
- Buruh
- Organisasi Perburuhan
- Pengusaha
- Pemerintah



Letak dan Sumber Hukum perburuhan
Sekarang kita membahas tentang letak dan sumber hukum perburuhan di Negara kita tercinta ini. Karena dengan sumber hukum perburuhan ini dimaksudkan segala sesuatu dimana kita dapat menemukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan mengenai perburuhan, dan supaya kita lebih mengertahui tentang hukum-hukum perburuhan di Indonesia. Sumber hukum perburuhan adalah sumber-sumber hukum dalam arti formil , sumber hukum dalam arti kata materiil, dengan sendirinya adalah Pancasila.
1.      UNDANG-UNDANG
Undang-undang adalah sumber hukum yang terpenting dan terutama, meskipun andai kata negara Indonesia tidak lagi memakai kaidah yang dahulu tercantum dalam Undang-undang Dasar. 
2. PERATURAN LAIN
Peraturan lainnya ini kedudukannya adalah dibawah Undang-undang dan pada umumnya merupakan peraturan pelaksanaan undang-undang. 
3. KEBIASAAN
Kebiasaan atau hukum tidak tertulis ini, terutama yang tumbuh sesudah perang dunia ke II. 
4. PUTUSAN
Dimana dan di masa aturan hukum masih kurang lengkap putusan pengadilan tidak hanya memberi bentuk hukum pada kebiasaan, tetapi juga ahkan dapat dikatakan untuk sebagian besar menetapkan hukum itu sendiri. 
5. TRAKTAT
Perjanjian dalam arti kata traktat mengenai soal perburuhan antara negara Indonesia dengan suatu atau negara lain, belum pernah diadakan.

Pengerahan dan Pendayagunaan Tenaga kerja
aspek-aspek yang terkait dengan pengerahan dan pendayagunaan tenaga kerja di berbagai bidang :
a. Tenaga Kerja Sukarela (TKS) Terdidik
Angkatan kerja usia muda terdidik diarahkan dan didorong tumbuh dan berkembang sebagai kader-kader wiraswasta. Sebagian besar dari mereka diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mereka juga diharapkan dapat bertindak sebagai penggerak pembangunan, serta sukarelawan yang berkemauan dan berkemampuan mendorong kegai­rahan, kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Untuk angkatan kerja usia muda akan dilaksanakan pembinaan angkatan kerja muda terdidik, termasuk wanita, melalui Proyek Bimbingan Kerja Tenaga Kerja Sukarela (TKS) Terdidik. Penugasan dan pengabdian TKS terdidik pada dasarnya diarahkan untuk menjadi pengusaha dan wiraswasta atau konsultan usaha-usaha produktif serta tenaga teknis di sektor-sektor pembangunan. Pelaksanaan Proyek Bimbingan Kerja TKS Terdidik ditujukan untuk mengatasi masalah melimpahnya angkatan kerja usia muda terdidik yang tidak tertampung dalam lapangan kerja formal. Melalui proyek Bimbingan Kerja TKS terdidik mereka diharapkan dapat dikembangkan seperti yang disebutkan di atas melalui upaya-upaya pengembangan disiplin, pengembangan keterampilan, pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan dan pengembangan semangat kerja keras serta kepeloporan.
b. Penyaluran Tenaga Kerja
Kegiatan penyaluran, pengerahan dan pendayagunaan tenaga kerja antar lokasi, antar kabupaten dan antar propinsi dalam rangka Antar Kerja Lokal (AKL), Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) maupun Antar Kerja Antar Negara (AKAN) terus ditingkatkan dalam setiap pemerintahan yang berjalan. Kegiatan penyaluran dan penyebaran tenaga kerja muda terlatih melalui mekanisme (AKAD) akan meningkatkan mutu dari tenaga kerja itu sendiri, yang ditandai dengan diadakannya pelatikan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap tenaga kerja.
c. Padat Karya Gaya Baru
Sejalan dengan usaha pemanfaatan potensi tenaga kerja ke arah kegiatan yang produktif, di daerah pedesaan dilaksanakan Proyek Padat Karya Gaya Baru (PPKGB). Proyek PKGB dimaksudkan untuk mendayagunakan kelompok-kelompok tenaga kerja penganggur dan setengah penganggur, yang produktivitas serta pendapatannya rendah di daerah-daerah yang relatif tertinggal dan padat penduduk. Proyek PKGB juga dimaksudkan untuk mengatasi masalah kekurangan lapangan kerja yang sewaktu-waktu timbul karena terjadinya bencana alam atau menurunnya kegiatan ekonomi. Sasaran lain dari PPKGB adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat berpen­dapatan rendah dan juga untuk mengurangi derasnya perpindahan penduduk ke kota-kota besar. Proyek PKGB di samping menunjang usaha pengembangan lingkungan pemukiman juga menunjang pariwisata dan dengan demikian menunjang peningkatan ekspor non-migas.
Secara keseluruhan jenis kegiatan Proyek PKGB yang dilaksanakan meliputi pembangunan dan rehabilitasi prasarana ekonomi dan sosial yang dapat berfungsi dan bermanfaat bagi peningkatan produksi, taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.
d. Sistem Teknologi Padat Karya
Penerapan teknologi padat karya akan terus dikembangkan di kecamatan-kecamatan yang relatif tertinggal dan padat penduduk. Dalam usaha pengembangannya diutamakan jenis-jenis teknologi yang merupakan sumber pertumbuhan. Misalnya teknologi yang menghasilkan perkembangan kerekayasaan, peningkatan mutu, perkembangan desain dan model. Pengembangan teknologi serupa itu diharapkan menghasilkan lapangan kerja yang akan menyerap tenaga kerja usia muda dan wanita lulusan SMTA, terutama yang berminat terhadap jenis-jenis teknologi yang dapat dipakai sebagai pemula usaha kecil yang mandiri.
e. Pengembangan Usaha Mandiri dan Sektor Informal
Pengembangan usaha mandiri dan sektor informal yang telah dimulai sejak dahulu guna memperluas lapangan kerja di daerah pedesaan dalam bidang-bidang usaha jasa, industri rumah tangga, kerajinan rakyat dan sebagainya, terus dikembangkan dalam setiap pemerintahan. Pengembangan usaha mandiri dan sektor informal itu ditujukan untuk memperbaiki penghasilan kelompok masyarakat yang mempunyai mata pencaharian dengan penghasilan yang masih rendah, seperti buruh tani, petani penggarap yang tidak mempunyai lahan, petani berlahan sempit, peternak kecil, nelayan, pengrajin, wanita dan sebagainya.

SUMBER : http://ariz-laziale.blogspot.com/2010/02/paradigma-hukum-perburuhan.html
                    http://www.scribd.com/doc/17222335/Hukum-Perburuhan 
                    http://irwan79.wordpress.com/2010/03/23/pengerahan-dan-pendayagunaan-tenaga-kerja/